Peluang usaha bioskop mini
USAHA
Tabloid KONTAN No. 2, Tahun X, 10 Oktober 2005
Tabloid KONTAN No. 2, Tahun X, 10 Oktober 2005
Juragan Bioskop Kelas Cilik
Peluang usaha bioskop mini
Peluang usaha bioskop mini
Terbuka lebar peluang bisnis bioskop mini. Tak hanya di daerah yang
bioskopnya masih minim, di kota besar macam Jakarta pun bisnis ini masih
menjanjikan. Pasarnya masih cukup besar. Modalnya relatif kecil, dan
marginnya tinggi, mencapai 75%.
Sejak zaman bokap dan nyokap pacaran, nonton film sudah menjadi salah
satu menu kencan pasangan anak muda. Nonton film di bioskop juga
merupakan salah satu aktivitas yang paling asyik untuk menjeda
rutinitas. Dan, juga untuk mencari inspirasi baru.
Di era digital ini, jika tak punya waktu ke bioskop, kita memang bisa menonton DVD di rumah. Apalagi sudah ada perangkat audio visual canggih yang bisa menghadirkan home theater di kediaman Anda. Cuma, bagi pecinta nonton, memelototi film di rumah tak seasyik menonton di bioskop. Ada greget yang hilang. Mungkin dari perjuangan berat usel-uselan mengantre tiket, ngecengin orang-orang yang ada di situ, sampai memergoki-atau dipergoki-penonton lain tengah pacaran di dalam theather.
Di era digital ini, jika tak punya waktu ke bioskop, kita memang bisa menonton DVD di rumah. Apalagi sudah ada perangkat audio visual canggih yang bisa menghadirkan home theater di kediaman Anda. Cuma, bagi pecinta nonton, memelototi film di rumah tak seasyik menonton di bioskop. Ada greget yang hilang. Mungkin dari perjuangan berat usel-uselan mengantre tiket, ngecengin orang-orang yang ada di situ, sampai memergoki-atau dipergoki-penonton lain tengah pacaran di dalam theather.
Bagaimana, dong, kalau di kota kita belum ada bioskop, atau kalaupun
ada jumlahnya sedikit? Inilah sebuah peluang bisnis baru. Untuk
menggantikan bioskop, kini mulai bermunculan yang namanya bioskop mini.
Peluang usaha teater cilik ini tentu saja menjadi amat lebar di
daerah-daerah yang belum memiliki bioskop atau yang jumlah bioskopnya
sedikit. Salah satu contoh suksesnya adalah Movie Box yang berada di
Jogjakarta.
Terletak di kawasan dekat kampus, Movie Box merupakan sepotong ruang
memanjang berukuran 6 x 9 meter. Ada lima perangkat audio yang mendukung
kedahsyatan suara layaknya di sinema besar. Sebuah proyektor
digantungkan di langit-langit dan ditembakkan pada tembok putih
berukuran 4 x 6 meter.
Di ruangan itu telah tertata kursi sofa yang disusun bertingkat,
persis kayak kursi di bioskop. Sofanya berjumlah 12 set, yang bisa
diduduki oleh 12 pasangan alias 24 orang. Asyik, to? Ya, untuk bisa
menonton di Movie Box ini, pengunjung biasanya datang berdua, sebab
tiketnya dijual untuk dua orang sekaligus. Tarifnya Rp 30.000 untuk
non-member dan Rp 15.000 untuk member.
Pada hari biasa, Movie Box buka untuk tiga sesi pemutaran film, yakni
pukul 14.30, 17.00, dan 19.30. Pada weekend, jadwal main film ditambah
pada pukul 22.00 dan midnight. Soal film, Movie Box tak kalah dari
jaringan bioskop besar. Movie mini ini selalu memutar cakram berisi
film-film terbaru Hollywood.
Sebagian besar kursi selalu terisi
Kehadiran Movie Box mendapat sambutan hangat kawula muda Jogja.
Setiap jam pertunjukan, sebagian besar kursi terisi. Pengunjungnya tak
hanya mahasiswa yang merupakan target pasar utama, tapi juga anak-anak
SMU-bahkan para ABG. Sering pula sekelompok pengunjung mencarter atau
memblocking time di Movie Box. Tarifnya Rp 120.000 untuk satu kali
pertunjukan. Tak jarang pula ada perusahaan yang mem-booking Movie Box
selama seminggu penuh dan memutar film-film box office yang mereka
sponsori. “Kalau dirata-rata, tingkat penjualan tiketnya sekitar 80%,”
beber Cahyadi, pemilik dan pengelola Movie Box.
Sukses Movie Box menjaring banyak penonton berkat adanya sistem
membership. Untuk menjadi anggota, orang harus membayar joining fee
sebesar Rp 40.000. Imbalannya, selain bisa membeli tiket dengan harga
miring, si member juga akan mendapat fasilitas belanja diskon di
beberapa toko, seperti Ginza, Soda Lounge, kosmetik Avon, Veneta Refill,
dan NorthBound Boutique.
Tak mau kalah dari bioskop-bioskop yang umumnya berada di mal atau
pusat hiburan, Movie Box juga membuka coffeeshop di sebelah ruang
teaternya. Selain dari penjualan tiket yang bisa memberi keuntungan
sekitar 75%, kedai kopi ini ikut menyumbang keuntungan yang lumayan ke
kantong Cahyadi. Tak heran, perusahaan yang berawal dari usaha penyewaan
VCD ini bisa balik modal kurang dari setahun.
Di Jakarta pun peluangnya cukup besar
Bisnis bisokop mini ini tak hanya berpeluang di kota atau daerah yang
jumlah bioskopnya minim. Di kota besar seperti Jakarta yang sudah
memiliki begitu banyak gedung bioskop-mulai kelas premier hingga kelas
pasar rakyat, usaha ini juga lumayan subur. Maklumlah, tetap ada pasar
bagi orang-orang yang hendak menonton film di luar rumah, tapi ogah
antre, ingin suasana yang lebih privasi, dan tentu saja harga tiket yang
lebih murah.
Sebut saja contohnya teater mungil bernama Subtitles yang terletak di
lantai dasar Dharmawangsa Square. Bioskop mini yang sekaligus juga
merupakan usaha rental DVD ini memiliki ruang nonton berukuran 5 x 3
meter untuk maksimal enam pengunjung. Tarifnya, baik menonton sendiri
atau berkelompok, Rp 80.000 untuk satu kali pertunjukan. Itu untuk yang
non-member. Member bioskop mini ini cukup membayar Rp 60.000.
Buka mulai pukul 10.00 pagi, Subtitles yang memutar film empat kali
pada hari biasa plus midnight pada akhir pekan ini tak pernah sepi
pengunjung. Tak hanya hanya anak-anak muda, rombongan ibu-ibu atau
keluarga juga kerap bersantai di sini. Untuk weekend, sering kali
pelanggan harus booking dulu empat hari sebelumnya.
Menurut Fujianto, Sales and Marketing Subtitle, bioskop kecil ini
bermodalkan Rp 150 juta. “Memang belum balik modal. Kami perkirakan
setidaknya pada tahun kedua sudah balik modal,” ujarnya.
Usaha bioskop kecil ini juga bisa menjadi kembangan atau pelengkap
bisnis lama yang sudah Anda rintis. Ambil contoh langkah yang dilakukan
Ke’kun Café yang membuka layanan bioskop kecil bernama Flickers di
kafenya yang berlokasi di kawasan Kemang. “Flickers merupakan tambahan
fasilitas bagi pengunjung kami, sama seperti bar atau ruang karaoke,”
terang Patrick Sinaga, PR & Marketing Manager Ke’Kun Café.
Flickers merupakan suatu ruang teater kecil berukuran 5 x 3 meter. Di
situ ada tiga set sofa yang bisa menampung delapan orang pengunjung.
Secarik layar dari kain terpampang di dinding, siap menyambut sorotan
film dari proyektor. Sound-nya lumayan. “Setiap hari Flickers pasti
terisi,” ujar Patrick.
Sebagian penonton adalah pengunjung kafe yang ingin makan dan
menonton sembari menunggu kemacetan lalu lintas di sana menyusut.
Maklum, di ruangan teater ini, penonton bisa makan dan minum, tapi tak
bisa merokok. Namun, sebagian pengunjung lainnya memang sengaja datang
untuk menonton film; baik dating sendiri, dengan pasangan, atau
bergerombol. Enaknya lagi, di sini pengunjung bisa membawa sendiri film
yang hendak di tontonnya.
Untuk bisa menikmati film di Flickers, baik Anda datang sendiri atau
dengan orang lain, Anda harus membayar ongkos sebesar Rp 99.000 untuk
satu kali pemutaran film.
Cuma, ada catatan penting menyangkut hak cipta (copyright) film.
Umumnya, film dalam format DVD hanya boleh diputar untuk konsumen
individual. Jangan-jangan jika film itu diputar untuk banyak orang
dengan memungut bayaran akan menimbulkan masalah di belakang hari.
0 komentar:
Posting Komentar